Wednesday, August 31, 2016

9. Rupa Lara

Di awal pagi, rindu pernah begitu hangat
menemani kita ; hempas dalam kata.

sajak adalah saksi
bagi rindu yang menjelma puisi

segala engkau adalah candu bagi mata tubuh.

Kau rupa lara,
sebagai kecupan yang kujumpai dengan banyak cara.

*2016

Tuesday, August 23, 2016

8. Dia


Dia sempat menjadi alasan kau merasa tenang; atau merasa diberkahi, barangkali.

Denganya kau sempat mengalami hari-hari mengesankan, menggembirakan, dengan taburan konfeti keemasan yang dipecahkan tepat diatas kepala.

Di bahunya, kau pernah menyandarkan segala yang kau punya, mimpi, juga semesta cintamu.

Kau pernah memohon melalui doa-doa; agar dengannya kau dijadikan selamanya.


Dialah bekas kekasihmu, 
yang dulu sempat memikat, lalu kini memahit seperti ingatan yang tak ingin kau ungkit.



*2016


Friday, August 19, 2016

7. Sunyi Itu Perjalanan



Meski semesta diam, tapi dia mendengarmu, walau diamnya kadang membuat malam semakin asing; puisi-puisi yang kau senandungkan barangkali adalah bentuk lain dari diam semesta yang tertidur dalam baris kata-kata.

Hening membuatmu mencintai malam; hiruk pikuk siang juga membuat mu mencintai malam; siang kau benci, tapi tubuhmu mematung di sana.

Di kesunyian kau melakukan banyak hal; kepalamu memikirkan banyak sekali wajah-wajah manusia, urusan kantor, juga ranjang wanita. Kepala itu masih disibukkan menyibak tirai dunia. Dari banyak perjalanan, mimpi jadi hal paling banyak menyita kerja kepala. Kau tak kemana-mana, Tapi usiamu berlari telah sangat jauh.


*2016

Wednesday, August 17, 2016

6. Partitur Sepi

Kau ciptakan sendiri bahu untukmu
bersandar dengan bahan-bahan kerinduan.
Tak sama sekali kesepian, tapi kau tahu
benar menyiasati kesendirian yang jauh.

Tetes-tetes hujan yang jatuh di halaman
rumah adalah rupa lain dari kerelaan
menunggu, ketidaktakutan pada sapuan
yang menjelma angin;

Tak henti-henti tangan itu kau gunakan
memberi persembahan pada Tuhan;
Kau tambatkan semesta harapan pada
keyakinan; kau titipkan dirinya pada
lembar kenangan.

*andik kurniawan, 2016

Monday, August 15, 2016

5. Melangit, Demi Surga

kau pernah ingin seperti angin;
bisa bebas menyusuri gunung dan
lembah, menyentuh apa yang tak
tersentuh oleh matahari.

kau pernah ingin seperti angin;
berhembus tak mengenal musim
dan berhembus penuh kerelaan

kau pernah ingin seperti angin;
yang di kala malam membuat
sepasang kekasih jatuh
dalam hangat pelukan

kau pernah ingin seperti angin;
yang ada di bawah kepakan sayap burung,
melangitkannya; demi melihat surga.

*2016

4. Jurang Bibirmu

Aku berharap menemukanmu kembali pada baris-baris puisi ini; betapa tak pernah kurang aku meminta pada Tuhan agar supaya jiwa ini diteguhkan. sebab masih seutuhnya aku meyakini, kau sebagai sebuah garis kepastian.

Barangkali aku terlalu dalam mencintai. Sampai-sampai aku menghamba di hela nafas yang tak kau hiraukan, pada gaun kotor yang menumpuk, pada helai rambutmu yang gugur, serta pada segala hal yang terlanjur.

Sebab aku terlanjur telah berada di ujung jurang bibirmu. Pilihan hanya menyisakan; siksa, bahagia atau selamanya binasa.

*2016

Wednesday, August 10, 2016

3. Perihal Kepergian

Semua akan pergi meninggalkan tempat dimana ia pernah singgah; Tubuh, hati, juga rumah. Maka jaga ia selagi Tuhan menjadikanmu bisa; selagi nyawa jadi hal paling setia di dalam raga.

Kepergian adalah hal seutuhnya menyakitkan. Seperti pergi akibat tak dicintai lagi; atau seperti pergi cahaya kala senja, yang enggan terbit kala pagi; atau tentang apapun itu.

Kepergian masih perihal kehilangan.
menjadikan hari seolah tak lagi memberi peluang untuk ditempati.

Dunia seketika sempit; sesak menghimpit.

*2016

Tuesday, August 9, 2016

2. Berbalas Surat

Aku mulai bosan membaca surat yang setiap datang padaku hanya menambah kerinduan. Sesekali kirimi aku surat yang didalamnya seperti tak ada jarak untuk kita; sehingga kau lebih bisa banyak bercerita. boleh tentang apa saja; tentang cinta-cinta atau pun tentang luka; itu terserah kau.

Dimalam-malam kau sendiri, kau boleh membaca surat balasan dariku. telah aku sediakan banyak guyonan yang barangkali bisa membuatmu tertawa atau justru gagal mendapati sekedar lengkung senyummu.
Tapi setidaknya, itu membuatmu lupa sejenak dengan jarak, membuatmu merasa seperti ditemani, membuatmu merasa selalu dicintai.

Kirimi aku surat lagi ;
setidaknya sekedar untuk tahu kabarmu.
Sebab aku akan senang, jika kau selalu baik-baik saja.

Monday, August 8, 2016

1. Sebelum kau kupasrahkan pergi

Aku pernah mencoba membuang hati ini pada wanita lain; aku memasrahkannya tanpa syarat. namun yang terjadi kepasrahan justru hanya membuat isi kepala ini semakin kuat mengingatmu;

Aku pernah berupaya jadi lelaki paling kau benci. menjadi pemabuk, penjudi; atau apapun yang tak kau sukai. namun besar namamu telah menguasai kecil hatiku. Dan kembali, itu semua hanya membuat aku kecewa dengan diriku sendiri.

Pernah juga aku pergi meninggalkan kota ini. Demi tak lagi mengingatmu. Demi membuang semua tentangmu. Namun betapa caraku mencampakkan kota ini, sama persis dengan apa yang kau lakukan dulu, padaku.

Kekasih,
aku lelah dengan semua ini.
Barangkali kau punya cara lain menghapus jejak luka sebelum kau benar-benar kupasrahkan pergi?

jawaban dari banyak 'mengapa?'

Puisi ini tidak lain adalah cara ingatan mengabadikanmu dengan sederhana; yang tanpa suara, dengan beberapa jeda tanda baca, juga tanpa ki...